Menggadai Ketenangan Hidup Dengan Korupsi
Oleh : Dedi HR Usman S.S
Ketenangan
hidup adalah sesuatu yang berharga dalam kehidupan. Semua manusia
membutuhkan hal ini sebagai bagian dari cita- cita meraih kebahagiaan.
Ketenangan hidup adalah syarat mutlak mencapai kebahagiaan, bukan
bahagia namanya bila hidupnya resah dan gelisah. Fikiran tidak tenang,
kerja terganggu, tidur tidak bisa, aktivitas terganjal, padahal keluarga
lengkap, harta melimpah, dan pekerjaan mantap.
Pada
awalnya ketenangan hidup dicari manusia pada hal- hal yang nampak.
Seorang yang miskin papa, yang tidak mempunyai bekal apa- apa kecuali
harus kerja dulu baru perut bisa terisi, dia menginginkan ketenangan
hidup melalui kemilau harta. Dalam fikirannya kalau berharta melimpah
hidup bakalan tenang sebab apa yang diinginkan bisa dibeli, hidup
dihormati, tidak dipandang sebelah mata, selera bisa didiikuti tanpa
harus mengelus dada terlebih dahulu. Kemana- mana dilindungi jok empuk
yang didinginkan tiupan AC dalam mobil keluaran terbaru.
Seorang
pegawai rendahan mengidamkan pangkat yang tinggi, fikirnya kalau punya
jabatan pasti hidup tenang, kita yang mengatur bukan diatur, punya
ruangan tersendiri, tidak sesak berebut tempat di satu ruangan. Tanda
tangan sangat dihargai, kalau turun ke masyarakat disambut meriah,
dielu-elukan, di sanjung puja-puji bak para pembesar di negeri Sungai
Nil dahulu kala. Seorang pemuda yang masih lajang menginginkan wanita
cantik manis untuk dijadikan pasangan hidup, fikirnya kalau sudah
menikah, punya pasangan pasti bisa meraih ketenangan hidup. Hidup ada
yang memperhatikan, masalah bisa diselesaikan karna ada tempat bertukar
pikiran, bila berangkat ada yang mengatur, bila pulang ada yang
menunggu. Seorang ibu yang sudah menikah sekian lama menginginkan anak
sebagai pewaris tahta penerus cita-cita. Fikirnya kalau sudah ada
keturunan maka hidup ada ketenangan. Setiap saat bila ada kejenuhan
dalam pekerjaan pulang ke rumah ada anak sebagai pelipur sukma, bila ada
perbedaan yang meruncing pada perceraian, anak adalah pendamai dan
perujuk persengketaan.
Seorang
wanita yang hatinya selalu bertaut dengan keindahan dan hal-hal yang
romantis, berkeinginan mempunyai taman yang dipenuhi berbagai kuntum
bunga beraneka warna. Fikirnya kalau mempunyai taman bunga, kegelisahan
dan kegundah-gulanaan hati akan sirna. Bukankah bunga selalu disimbolkan
dengan keindahan, bahkan banyak negeri yang mengidentikan negerinya
dengan bunga-bunga. Belanda dengan tulipnya, Jepang dengan Sakuranya,
Malaysia dengan bunga rayanya, bahkan Indonesia adalah surganya
bunga-bunga. Semua bisa ditanam disini bahkan kuntum edelweis sekalipun.
Kemudian
setelah semuanya mereka dapatkan, yang miskin telah menjadi kaya raya,
pegawai rendahan telah jadi pejabat terhormat, pemuda telah mendapatkan
pujaan hatinya, yang mandul telah memperoleh keturunannya, dan sang
wanita telah mewujudkan taman impiannya, tapi hidup masih dalam
kegelisahan. Ternyata ketenangan itu terletak pada “hati” bukan semata- mata terletak pada hal yang nampak.
Hatilah
tempat ketenangan yang sesungguhnya. Sebagaiman cahaya ilmu pengetahuan
yang tidak akan masuk kedalam hati yang berdebu lagi kotor, begitu juga
ketenangan itu tidak akan bermukim kedalam hati yang berbau. Banyak hal
memang yang membuat hati hitam, kotor, berdebu dan berbau, salah satunya adalah korupsi.
Dewasa
ini kita selalu disuguhi berbagai pemberitaan kasus tindak pidana
korupsi, mulai dari pejabat kelas teri sampai pejabat kelas paus (
meminjam istilah Gayus Tambunan). Bahkan ada yang mengatakan bahwa
Indonesia adalah surganya para koruptor dan salah satu Negara yang
selalu bertitel terkorup dibelahan dunia. Tapi terlepas dari titel yang
merenyuhkan jiwa itu hendaklah kita kembalikan lagi kedalam diri- kita
masing- masing, sebenarnya apa yang kita cari dalam kehidupan ini.
Gelimang harta tapi harus menghalalkan cara? Mendapatkan kehormatan
jabatan tapi menipu rakyat ?
Tanyakan
pada hatimu, dan jawablah melalui kesucian jiwamu. Ketidak jujuran,
korupsi, dan menghianati amanah pasti berakibat pada diri sendiri.
Berbagai kasus korupsi yang dibeberkan media massa mengajarkan kepada
kita bahwa begitu terhinanya hidup ketika jadi pesakitan akibat ketidak
jujuran. Mereka yang semula begitu mulia tapi kemudian menjadi hina,
semula begitu diagung- agungkan tapi kemudian jadi pecundang, semula
bisa hidup dirumah mewah tapi kemudian tidur dilantai ubin penjara,
semula hidup bebas tapi kemudian dikejar kesana sini persis buronan. Apa
guna semuanya bila hidup terpenjara, badan terpenjara, hati terpenjara,
dan fikiran terpenjara.
Ada
banyak bentuk dari korupsi itu sendiri, tidak harus menggelapkan
kekayaan negara yang notabene adalah uang rakyat banyak, tapi juga
dalamn bentuk nonmaterial seperti korupsi waktu. Seorang pegawai yang
datang terlambat tapi pulang paling cepat, jam kerja tapi keluyuran
kemana- mana dengan seribu alasan, padahal mereka dibayar penuh oleh
pemerintah tiap bulannya. Para petugas Satpol PP yang merazia para
pegawai pada jam kerja tidak akan menghasilkan apa- apa jika para abdi
pemerintah itu menanamkan dalam hatinya bahwa perbuatan demikian akan
menggadaikan ketenangan hidupnya.
Alangkah
mirisnya jika anugerah pekerjaan yang diberikan Allah yang kuasa dengan
jalan halal dan terhormat tersebut harus digadai oleh mereka sendiri.
Rizki yang seharusnya berkah tapi malah menghasilkan murka yang Kuasa.
Jangan gadaikan ketenangan hidup kita dengan ketidakjujuran, jangan gadaikan ketenangan hidup kita dengan korupsi.
Mulailah
berantas korupsi negeri ini melalui diri sendiri sebagai wujud rasa
cinta kepada negeri yang raya ini tapi masih tinggi tingkat
kemiskinannya.
Penulis adalah Guru Bahasa Inggris
MTS Senaung dan Kedemangan Muaro Jambi,
Pendiri Perkumpulan Generasi Melayu Muaro Jambi di Situs Jejaring Sosial,
Dan anggota Himpunan Penceramah Jambi
ليست هناك تعليقات:
إرسال تعليق