12/24/2012

artikel korupsi

Menggadai Ketenangan Hidup Dengan Korupsi
Oleh : Dedi HR Usman S.S


Ketenangan hidup adalah sesuatu yang berharga dalam kehidupan. Semua manusia membutuhkan hal ini sebagai bagian dari cita- cita meraih kebahagiaan. Ketenangan hidup adalah syarat mutlak mencapai kebahagiaan, bukan bahagia namanya bila hidupnya resah dan gelisah. Fikiran tidak tenang, kerja terganggu, tidur tidak bisa, aktivitas terganjal, padahal keluarga lengkap, harta melimpah, dan pekerjaan mantap.
            Pada awalnya ketenangan hidup dicari manusia pada hal- hal yang nampak. Seorang yang miskin papa, yang tidak mempunyai bekal apa- apa kecuali harus kerja dulu baru perut bisa terisi, dia menginginkan ketenangan hidup melalui kemilau harta. Dalam fikirannya kalau berharta melimpah hidup bakalan tenang sebab apa yang diinginkan bisa dibeli, hidup dihormati, tidak dipandang sebelah mata, selera bisa didiikuti tanpa harus mengelus dada terlebih dahulu. Kemana- mana dilindungi jok empuk yang didinginkan tiupan AC dalam mobil keluaran terbaru.
            Seorang pegawai rendahan mengidamkan pangkat yang tinggi, fikirnya kalau punya jabatan pasti hidup tenang, kita yang mengatur bukan diatur, punya ruangan tersendiri, tidak sesak berebut tempat di satu ruangan. Tanda tangan sangat dihargai, kalau turun ke masyarakat disambut meriah, dielu-elukan, di sanjung puja-puji bak para pembesar di negeri Sungai Nil dahulu kala. Seorang pemuda yang masih lajang menginginkan wanita cantik manis untuk dijadikan pasangan hidup, fikirnya kalau sudah menikah, punya pasangan pasti bisa meraih ketenangan hidup. Hidup ada yang memperhatikan, masalah bisa diselesaikan karna ada tempat bertukar pikiran, bila berangkat ada yang mengatur, bila pulang ada yang menunggu. Seorang ibu yang sudah menikah sekian lama menginginkan anak sebagai pewaris tahta penerus cita-cita. Fikirnya kalau sudah ada keturunan maka hidup ada ketenangan. Setiap saat bila ada kejenuhan dalam pekerjaan pulang ke rumah ada anak sebagai pelipur sukma, bila ada perbedaan yang meruncing pada perceraian, anak adalah pendamai dan perujuk persengketaan.
            Seorang wanita yang hatinya selalu bertaut dengan keindahan dan hal-hal yang romantis, berkeinginan mempunyai taman yang dipenuhi berbagai kuntum bunga beraneka warna. Fikirnya kalau mempunyai taman bunga, kegelisahan dan kegundah-gulanaan hati akan sirna. Bukankah bunga selalu disimbolkan dengan keindahan, bahkan banyak negeri yang mengidentikan negerinya dengan bunga-bunga. Belanda dengan tulipnya, Jepang dengan Sakuranya, Malaysia dengan bunga rayanya, bahkan Indonesia adalah surganya bunga-bunga. Semua bisa ditanam disini bahkan kuntum edelweis sekalipun.
            Kemudian setelah semuanya mereka dapatkan, yang miskin telah menjadi kaya raya, pegawai rendahan telah jadi pejabat terhormat, pemuda telah mendapatkan pujaan hatinya, yang mandul telah memperoleh keturunannya, dan sang wanita telah mewujudkan taman impiannya, tapi hidup masih dalam kegelisahan. Ternyata ketenangan itu terletak pada “hati” bukan semata- mata terletak pada hal yang nampak.
Hatilah tempat ketenangan yang sesungguhnya. Sebagaiman cahaya ilmu pengetahuan yang tidak akan masuk kedalam hati yang berdebu lagi kotor, begitu juga ketenangan itu tidak akan bermukim kedalam hati yang berbau. Banyak hal  memang yang membuat hati hitam, kotor, berdebu dan berbau, salah satunya adalah korupsi.
Dewasa ini kita selalu disuguhi berbagai pemberitaan kasus tindak pidana korupsi, mulai dari pejabat kelas teri sampai pejabat kelas paus ( meminjam istilah Gayus Tambunan). Bahkan ada yang mengatakan bahwa Indonesia adalah surganya para koruptor dan salah satu Negara yang selalu bertitel terkorup dibelahan dunia. Tapi terlepas dari titel yang merenyuhkan jiwa itu hendaklah kita kembalikan lagi kedalam diri- kita masing- masing, sebenarnya apa yang kita cari dalam kehidupan ini. Gelimang harta tapi harus menghalalkan cara? Mendapatkan kehormatan jabatan tapi menipu rakyat ?
Tanyakan pada hatimu, dan jawablah melalui kesucian jiwamu. Ketidak jujuran, korupsi, dan menghianati amanah pasti berakibat pada diri sendiri. Berbagai kasus korupsi yang dibeberkan media massa mengajarkan kepada kita bahwa begitu terhinanya hidup ketika jadi pesakitan akibat ketidak jujuran. Mereka yang semula begitu mulia tapi kemudian menjadi hina, semula begitu diagung- agungkan tapi kemudian jadi pecundang, semula bisa hidup dirumah mewah tapi kemudian tidur dilantai ubin penjara, semula hidup bebas tapi kemudian dikejar kesana sini persis buronan. Apa guna semuanya bila hidup terpenjara, badan terpenjara, hati terpenjara, dan fikiran terpenjara.
Ada banyak bentuk dari korupsi itu sendiri, tidak harus menggelapkan kekayaan negara yang notabene adalah uang rakyat banyak, tapi juga dalamn bentuk nonmaterial seperti korupsi waktu. Seorang pegawai yang datang terlambat tapi pulang paling cepat, jam kerja tapi keluyuran kemana- mana dengan seribu alasan, padahal mereka dibayar penuh oleh pemerintah tiap bulannya. Para petugas Satpol PP yang merazia para pegawai pada jam kerja tidak akan menghasilkan apa- apa jika para abdi pemerintah itu menanamkan dalam hatinya bahwa perbuatan demikian akan menggadaikan ketenangan hidupnya.
Alangkah mirisnya jika anugerah pekerjaan yang diberikan Allah yang kuasa dengan jalan halal dan terhormat tersebut harus digadai oleh mereka sendiri. Rizki yang seharusnya berkah tapi malah menghasilkan murka yang Kuasa. Jangan gadaikan  ketenangan hidup kita dengan ketidakjujuran, jangan gadaikan ketenangan hidup kita dengan korupsi.
 Mulailah berantas korupsi negeri ini melalui diri sendiri sebagai wujud rasa cinta kepada negeri yang raya ini tapi masih tinggi tingkat kemiskinannya.




Penulis adalah Guru Bahasa Inggris
MTS Senaung dan Kedemangan Muaro Jambi,
Pendiri Perkumpulan Generasi Melayu Muaro Jambi di Situs Jejaring Sosial,
Dan anggota Himpunan Penceramah Jambi


ليست هناك تعليقات:

إرسال تعليق